Sabtu, 31 Juli 2010

Wali Kota Surabaya Membuka Acara Sosialisasi Penatausahaan Hasil Hutan


BILD SURABAYA-Pada Hari Rabu 28 Juli 2010 Pukul 10 WIB Dinas Peratanian kota Surabaya MENGADAKAN Sosialisasi Penatausahaan Hasil Hutan di Gedung Balai Informasi Pertanian Propinsi Jawa Timur Jl. A. Yani Surabaya.

Wali Kota Surabaya Membuka Acara Sosialisasi Penatausahaan Hasil Hutan Maksud dari penatausahaan hasil hutan adalah: Sebagai sistem monitoring dan pengendalian peredaran hasil hutan. Tujuan utamanya acara ini adalah: Dengan penatausahaan hasil hutan ini diharapkan akan terjadi tertib administrasi pengurusan hasil hutan, sehingga dapat mengamankan hak-hak dan aset negara.

Prinsip penatausahaan hasil hutan ini pada umumnya merupakan aplikasi dan prinsip TIMBER TRACKING/LACAK BALAK, yang bertujuan untuk menjamin bahwa hasil hutan yang beredar adalah berasal dari sumber atau perizinan yang sah yang telah melalui proses verifikasi. Setiap izin pemanfaatan hutan/hasil hutan dibebani: Kewajiban teknis dan kewajiban finansial.

Karena tujuan PUHH adalah mengamankan hak-hak negara, maka perlu diketahui terlebih dahulu hak-hak negara apa saja yang melekat terhadap hasil hutan tertentu.
Karena hak-hak negara yang melekat pada hasil hutan tertentu berbeda, maka perlakuan penatausahaan terhadap hasil hutan tersebut juga berbeda.
Kewajiban/hak-hak negara: Pasal 35 UU No. 41 tahun 1999 dan Pasal 79 dan 80 PP No. 6 tahun 2007 Jo PP 3 Tahun 2008

Untuk melindungi hak-hak negara, penerbitan dokumen penatausahaan hasil hutan sebagai bukti legalitas harus mempertimbangkan: Aspek Keamanan adalah mensyaratkan bahwa setiap hasil hutan yang beredar harus disertai dengan surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil hutan tersebut telah melalui suatu proses verifikasi;,Aspek Kepemilikan adalah mensyaratkan bahwa hasil hutan yang beredar harus jelas statusnya, apakah milik negara atau milik masyarakat. Hal ini penting diketahui untuk menetapkan kewajiban-kewajiban yang melekat di dalamnya dan memberikan jaminan kepastian terhadap investor;Aspek Asal-Usul,adalah mensyaratkan bahwa lokasi pemanenan hasil hutan harus jelas dan dapat dibuktikan (Verified Legal Origin/VLO). Hal ini untuk mencegah terjadinya pemanenan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang pada akhirnya akan mengganggu kelestarian hutan;Aspek Penggunaan adalah mensyaratkan bahwa setiap jenis komoditas hasil hutan, status hasil hutan dan tempat penerbitan yang berbeda akan memerlukan surat keterangan yang berbeda, sehingga pengendalian peredarannyapun akan mudah dilakukan.

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999: Pasal 23: Tujuan pemanfaatan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat.
Kebijakan investasi: PRO GROWTH, PRO POOR, PRO JOB. Diperlukan DAYA SAING untuk masuk pasar; Pasal 28: Mengenai pemanfaatan hutan produksi
Pasal 35: Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan iuran izin usaha, provinsi, dana reboisasi dan dana jaminan kinerja;Pasal 50 ayat (3) huruf h, bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;Penjelasan Pasal 50 ayat (3) huruf h, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, bahwa yang dimaksud dengan surat keterangan sahnya hasil hutan adalah surat-surat yang sah sebagai bukti;PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 117 ayat (1), bahwa dalam rangka melindungi hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan, dilakukan pengendalian dan pemasaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan; PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 117 ayat (5), bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penatausahaan lebih lanjut mengenai penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, baik untuk hasil hutan alam maupun hasil hutan tanaman diatur dengan Peraturan Menteri; PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 119, bahwa setiap pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, wajib dilengkapi bersama-sama dengan dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan yang berlaku dan dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam wilayah Republik Indonesia; Pasal 118 ayat (1) PP No. 3 Tahun 2008, bahwa semua hasil hutan yang berasal dari hutan hak dilakukan penetapan jenis, pengukuran volume/berat dan penghitungan jumlah serta dilengkapi dengan surat keterangan asal usul hasil hutan ha.; Permenhut No. P. 55/Menhut-II/2006 Jo No. P. 63/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara; Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 51/Menhut-II/2006 jis No. P. 33/Menhut-II/2007 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak; Dalam Permenhut No. P. 55/Menhut-II/2006, surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud pada UU No. 41 Tahun 1999 ditempatkan bukan sebagai nama dokumen tetapi “terminologi umum” yang berfungsi sebagai dokumen legalitas (surat-surat yang sah sebagai bukti) untuk menyatakan hasil hutan tersebut sah.

Ada beberapa jenis dokumen legalitas yang dipakai dalam pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan, yaitu: SKSKB, FA-KB, FA-HHBK, FA-KO, SAL dan Nota Perusahaan.

Untuk kayu bulat yang langsung diangkut dari areal izin, dokumen yang digunakan adalah SKSKB yang diterbitkan secara official assessment. SKSKB sebagai official decleration dari pemerintah, bahwa hasil hutan tersebut SAH dan berubah statusnya dari aset negara menjadi aset privat.

Untuk pengangkutan lanjutan kayu bulat, karena sudah masuk ke wilayah privat menggunakan dokumen FA-KB yang diterbitkan secara self assessment. Demikian juga untuk pengangkutan kayu olahan dari industri primer menggunakan dokumen FA-KO (self assessment).

Penerbitan dokumen legalitas harus mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan, yang mengalir secara konsisten dengan dokumen-dokumen sebelumnya sejak dari hutan sampai ke tempat tujuan. Artinya, bahwa hasil hutan harus dapat dilacak kebenaran asal usulnya melalui penelusuran dokumen dan fisik kayu (Verified Legal Origin).
Sebagai alat pengendalian dan monitoring peredaran hasil hutan, pada setiap tempat transit/tujuan pengangkutan KB, ditempatkan P3KB.

Hanya industri primer yang sah dan tempat penampungan KO terdaftar yang diberi kewenangan mencetak blanko FA-KO. Petugas Penerbit FAKO diangkat oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dengan pertimbangan teknis dari BP2HP, sekaligus sebagai fungsi kendali.

Di setiap TPK, TPK Antara dan TPK Industri, perusahaan wajib membuat Laporan Mutasi Kayu/LMKB sebagai alat monitoring. Untuk kayu olahan, baik industri maupun tempat penampungan terdaftar wajib membuat LMHOK. (Ronny & Tia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NATAL & TAHUN BARU 2011

NATAL  & TAHUN BARU 2011
KITA BERSYUKUR BISA MERAYAKAN HARI NATAL & TAHUN BARU MAKA DARI ITU KITA HARUS MENGHARGAI & MEMBANTU ORANG YANG MEMBUTUHKAN SERTA KITA HARUS BISA MEMAAFKAN ORANG LAIN YANG MENYAKITI KITA

NATAL & TAHUN BARU 2011

NATAL & TAHUN BARU 2011
KITA BERSYUKUR BISA MERAYAKAN HARI NATAL & TAHUN BARU MAKA DARI ITU KITA HARUS MENGHARGAI & MEMBANTU ORANG YANG MEMBUTUHKAN SERTA KITA HARUS BISA MEMAAFKAN ORANG LAIN YANG MENYAKITI KITA

IDUL FITRI TAHUN 2010

IDUL FITRI TAHUN 2010
DALAM HARI FITRI INI KITA HARUS BISA MENGHARGAI ORANG LAINH & KITA HARUS BISA MEMAAFKAN ORANG LAIN YANG MENYAKITKAN DIRI KITA

IDUL FITRI 2010

IDUL FITRI 2010
DALAM HARI FITRI INI KITA HARUS BISA MENGHARGAI ORANG LAINH & KITA HARUS BISA MEMAAFKAN ORANG LAIN YANG MENYAKITKAN DIRI KITA

IKLAN BILD GROUP

NO

Spesifikasi / Ukuran

Harga (Rp)

01

1 Halaman Warna

Rp. 3.000.000,-

02

1/2 Halaman Warna

Rp. 1.500.000,-

03

1/4 Halaman Warna

Rp. 800.000,-

04

Icon (Uk. Kartu Nama) Warna

Rp. 500.000,-

05

1 Halaman Hitam Putih

Rp. 1.500.000,-

06

1/2 Halaman Hitam Putih

Rp. 800.000,-

07

1/4 Halaman Hitam Putih

Rp. 400.000,-

08

Icon (Uk. Kartu Nama) Hitam Putih

Rp. 300.000,-